Kawan-kawan pasti sudah dengar atau menyaksikan berita yang muncul dan lumayan bikin heboh hari ini Senin, 06 Juni 2011, adalah tentang aksi pengiriman peti mati ke sejumlah media dan beberapa public figure ternyata hanya strategi pemasaran satu perusahaan saja.
Ide kontrovesial ini digagas oleh Sumardy, Chief Executive Officer (CEO) Buzz&Co. Menurutnya, pengiriman peti mati ini sekaligus peluncuran perdana situs dan buku perusahaannya yang bergerak di bidang agensi komunikasi. Katanya ini adalah inisiatif dia sendiri dan tidak ada unsur politik sama sekali.
Dia(Sumardy) pikir bahwa kampanye pemasaran yang dilakukan perusahaan iklan saat ini sangat membosankan. Untuk itu, pihaknya ingin menunjukkan cara gila yang lebih menarik perhatian dan mampu menjaring lebih banyak target promosi. Selain itu biaya beli peti mati dan pengiriman jauh lebih murah ketimbang pasang iklan di media cetak maupun elektronik.
Sumardy mengaku peti mati tersebut dibeli di Pondok Labu dengan biaya plus ongkos kirim hanya menghabiskan Rp 50-an juta. Sedangkan untuk pasang iklan di media masa bisa menghabiskan miliaran rupiah. "Ini bentuk edukasi pemasaran," ujar master pemasaran Universitas Gadjah Mada ini.
Ada 100 tujuan yang akan ia kirimi peti mati. Peti itu antara lain ditujukan kepada penyiar radio dan presenter Farhan, blogger dan penulis buku Raditya Dika, CEO Fastcomm Ipang Wahid, CEO Bubu Shinta Dhanuwardoyo, Senior Consultan Indopacific Edelmen Vida Parady, Managing Direktur PT Saling Silang.Com Enda Nasution. Mereka dipilih karena merupakan orang-orang yang sangat bepengaruh dalam urusan publik. Selain mengirimkan ke person, peti mati itu tentu saja dikirimkan ke beberapa media massa yang merupakan sarana promosi yang sangat efektif. Diantaranya: Tempo, The Jakarta Post dan Oke Zone. Jumlah peti mati yang dikirim berbeda-beda. The Jakarta Post dan Oke Zone misalnya dikirimi satu peti. Sedangkan Tempo mendapat kiriman dua peti mati.
Peti berukuran sekitar satu meter itu berisi bunga tabur dan satu kuntum mawar putih yang ditempeli kertas bertuliskan www.restinpeacesoon.com. Di baliknya bertuliskan masing-masing "You Are Number #666" dan "You Are Number #131".
CEO perusahaan Buzz&Co ini mengaku mengirim peti untuk memberi contoh kampanye pemasaran yang menarik. Hal ini dia lakukan seiring dengan launching buku "Rest in Peace Advertising Killed by Word Mouth Agency" yang ditulis oleh Sumardy sendiri dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama.
Dalam dunia pemasaran memang sah-sah saja hal seperti ini, tapi tentu saja penggunaan medi berupa peti mati sangatlah dirasa sangat tidak etis dilakukan, apalagi mengarah ke personal. Akibatnya Sumardy dilaporkan ke polisi oleh pihak-pihak yang merasa diresahkan. Bahkan, Sumardy dan lima karyawannya digelandang polisi ke markas Kepolisian Sektor Tanah Abang. Akibat tindakannya, Sumardy terancam pasal perbuatan tidak menyenangkan dan Undang-Undang Anti Teror.
Bulan Juni 2008 juga pernah ada model promosi buku karangan salah satu motivator terkemuka Tung Desem Waringin (TDW) yang sangat tidak lazim tapi sangat menarik perhatian yaitu dengan menyebarkan uang kertas pecahan Rp10.000,-, Rp5.000,- dan Rp1.000,- yang berjumlah Rp 100 juta melalui pesawat mungil yang terbang rendah di kawasan senayan.
Nah, kalau gini bagaimana menurut kalian? Kalau menurutku sih boleh-boleh saja melakukan strategi marketing yang unik, tapi jangan sampai meresahkan. Jangan sampai terjadi promosi dengan cara mengirimkan rangkaian Bom ke media massa. haha
Klaten, 06 Juni 2011
@sajakrerindu
Ide kontrovesial ini digagas oleh Sumardy, Chief Executive Officer (CEO) Buzz&Co. Menurutnya, pengiriman peti mati ini sekaligus peluncuran perdana situs dan buku perusahaannya yang bergerak di bidang agensi komunikasi. Katanya ini adalah inisiatif dia sendiri dan tidak ada unsur politik sama sekali.
Dia(Sumardy) pikir bahwa kampanye pemasaran yang dilakukan perusahaan iklan saat ini sangat membosankan. Untuk itu, pihaknya ingin menunjukkan cara gila yang lebih menarik perhatian dan mampu menjaring lebih banyak target promosi. Selain itu biaya beli peti mati dan pengiriman jauh lebih murah ketimbang pasang iklan di media cetak maupun elektronik.
Sumardy mengaku peti mati tersebut dibeli di Pondok Labu dengan biaya plus ongkos kirim hanya menghabiskan Rp 50-an juta. Sedangkan untuk pasang iklan di media masa bisa menghabiskan miliaran rupiah. "Ini bentuk edukasi pemasaran," ujar master pemasaran Universitas Gadjah Mada ini.
Ada 100 tujuan yang akan ia kirimi peti mati. Peti itu antara lain ditujukan kepada penyiar radio dan presenter Farhan, blogger dan penulis buku Raditya Dika, CEO Fastcomm Ipang Wahid, CEO Bubu Shinta Dhanuwardoyo, Senior Consultan Indopacific Edelmen Vida Parady, Managing Direktur PT Saling Silang.Com Enda Nasution. Mereka dipilih karena merupakan orang-orang yang sangat bepengaruh dalam urusan publik. Selain mengirimkan ke person, peti mati itu tentu saja dikirimkan ke beberapa media massa yang merupakan sarana promosi yang sangat efektif. Diantaranya: Tempo, The Jakarta Post dan Oke Zone. Jumlah peti mati yang dikirim berbeda-beda. The Jakarta Post dan Oke Zone misalnya dikirimi satu peti. Sedangkan Tempo mendapat kiriman dua peti mati.
Peti berukuran sekitar satu meter itu berisi bunga tabur dan satu kuntum mawar putih yang ditempeli kertas bertuliskan www.restinpeacesoon.com. Di baliknya bertuliskan masing-masing "You Are Number #666" dan "You Are Number #131".
CEO perusahaan Buzz&Co ini mengaku mengirim peti untuk memberi contoh kampanye pemasaran yang menarik. Hal ini dia lakukan seiring dengan launching buku "Rest in Peace Advertising Killed by Word Mouth Agency" yang ditulis oleh Sumardy sendiri dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama.
Dalam dunia pemasaran memang sah-sah saja hal seperti ini, tapi tentu saja penggunaan medi berupa peti mati sangatlah dirasa sangat tidak etis dilakukan, apalagi mengarah ke personal. Akibatnya Sumardy dilaporkan ke polisi oleh pihak-pihak yang merasa diresahkan. Bahkan, Sumardy dan lima karyawannya digelandang polisi ke markas Kepolisian Sektor Tanah Abang. Akibat tindakannya, Sumardy terancam pasal perbuatan tidak menyenangkan dan Undang-Undang Anti Teror.
Bulan Juni 2008 juga pernah ada model promosi buku karangan salah satu motivator terkemuka Tung Desem Waringin (TDW) yang sangat tidak lazim tapi sangat menarik perhatian yaitu dengan menyebarkan uang kertas pecahan Rp10.000,-, Rp5.000,- dan Rp1.000,- yang berjumlah Rp 100 juta melalui pesawat mungil yang terbang rendah di kawasan senayan.
Nah, kalau gini bagaimana menurut kalian? Kalau menurutku sih boleh-boleh saja melakukan strategi marketing yang unik, tapi jangan sampai meresahkan. Jangan sampai terjadi promosi dengan cara mengirimkan rangkaian Bom ke media massa. haha
Klaten, 06 Juni 2011
@sajakrerindu